Kepingan 1 ^That Day^

(Inspiration by XI IPS 2 2018/2019)


     Hari itu, dimana peristiwa penyesalan dalam hidupku. Sebuah kesalahpahaman dalam lingkup persahabatan. Tak ada fakta yang membuktikan, hanya ketidak samaan yang berarti. Aku tahu, ada titik dimana keburukan terjadi - Qinan Anandtya.

     Kali ini kulalui jalan itu tanpamu, banyak yang ku kenang. Hidupku lebih bahagia, melihat senyummu. Namun, kali ini jalanan tampak sepi dan langitpun kelabu - Lani Triyani.

~That Day~

     Kehidupan sekolah memang tak lepas dari masa senang dan sedih. Senang ketika diberikan waktu luang, itupun hanya sekedar jalan - jalan sebentar bersama. Dan sedih ketika sudah tersedia tugas yang kapanpun menghampiri, bukan karena tidak bisa mengerjakannya, tapi karena mereka tahu, tugas ini lah yang akan mengantarkan pada perpisahan.


Kebahagiaan dapat muncul tiba – tiba. Masuk seperti bias cahaya yang mengkilat dan berwarna.
"Ddu~du~du" riang seorang gadis bersenandung kecil, melewati jalan setapak yang selalu ia lalui. 
     Pemandangan di sekitarnya sejuk dan rindang. Pohon - pohon tampak bersih terguyur air hujan, dan itu mengakibatkan jalanan becek. Gadis itu tak menghiraukan jalanan, ia tetap bersenandung. Qinan Anandtya, yang sekarang duduk di kelas 11 IPS 2.
     Qinan masuk gerbang, menyapa ramah pada petugas kebersihan. Tersenyum mengucapkan salam tak lupa seruan semangat.
     "Selamat pagi, pak! Semangat! Smile everytime everyday!” ujar Qinan. Ia melanjutkan perjalanannya dan saat menuju kelas, Qinan berpapasan dengan orang yang ia kenal, Lani Triyani, sahabat yang selalu ada untuknya.
     Qinan sontak menyapa, "Selamat pagi!" 
Lani membalasnya dengan senyum samar. Qinan menampilkan ekspresi bertanya - tanya.
     ‘Kenapa dia tidak seperti biasanya? Mungkin dia sedang banyak pikiran, jadi kubiarkan saja’ gumam Qinan, masih menatap heran Lani yang berlalu tanpa membalas balik sapaan.
     Qinan masuk ke kelas, dia menatap heran kursi di sampingnya yang kosong. Seketika, ia mengedarkan padangan. Mencari tas Lani, tidak mungkin ada orangnya, tapi tidak dengan tasnya. 
     Lani tiba - tiba melewati meja Qinan, sejenak Qinan masih melihat punggungnya. Lani duduk di meja belakang bersama Balqis, teman SMP - nya. 

Sahabat itu seperti bintang, selalu ada namun tak terlihat.
     Qinan bergegas menuju taman sekolah, menunggu seseorang. Hari ini mendung, Qinan memilih duduk dibangku, menyandarkan punggung dan menengadahkan kepala ke atas. Melihat langit, awan itu suram. Tiba-tiba, seseorang duduk disebelahnya. Qinan sontak melihat kearah Lani,  raut mukanya sendu.
     Suasana canggung, mereka hanya melihat pemandangan taman. Tak seorang pun yang memulai percakapan. Setelah sibuk dengan pemikiran masing – masing, akhirnya Qinan mencoba mengusir keheningan itu.
     "Lani, kenapa kau pindah bangku? Aku heran, tadi pagi juga kau hanya melewati meja kita. Apa ada masalah?" ujar Qinan, membalikkan tubuh ke arah Lani. Lani sedikitpun tak menoleh pada Qinan, dia masih menatap lurus kedepan.
     "Tidak apa - apa. Aku hanya ingin bersosialisasi dengan yang lain. Maaf, jika aku tidak memberitahu mu." jawab Lani, tatapanya datar. Tak ada tatapan ceria, yang ia lontar kan pada Qinan.
     "Ish! Kukira ada masalah. Lain kali, beritahu aku dulu. Kita kan, teman baik." Ujar Qinan memegang tangannya. Lani tak merespon apa - apa.
     "Kita sahabat, dan aku menganggapnya seperti itu sampai ini. Jadi, curhat saja padaku! Aku akan menjaga rahasia itu." Ujar Qinan menyambung obrolan. Lani tak ada niatan untuk membalas ataupun menoleh. Suasana hening terjadi lagi. 
     "Jika tidak ada yang dibicarakan lagi, lebih baik aku pergi." ujar Lani bangkit dari duduk nya. 
     "Sore ini pasti akan turun hujan, usahakan ada dirumah sebelum itu. Aku duluan yah, Qinan." Lani menatap Qinan, dan tersenyum. Senyum yang sama saat mereka bersama. "Oh ya! Terima kasih untuk selalu ada untukku, menemaniku dan menerima curahan hatiku. Kau, sungguh teman yang baik selama ini. Aku bangga padamu! Maaf, selama aku menjadi temanmu, ada kata yang menyakiti." ujar Lani.
Qinan membelakkan matanya kaget. 
‘Kenapa dia berujar seperti itu?’ gumam Qinan.
     "Yah, terima kasih sudah menganggap ku temanmu. Dan aku juga minta maaf, karna omonganku yang terlalu blak - blakkan dan sikapku urakan." Jawab Qinan, ikut berdiri dan berhadapan dengan Lani.
     "Sukses kawan!" ujar Lani dan tiba - tiba ia memeluk Qinan. "Aku duluan." 

Sepi melawan teriakan ombak. Hening dan menutup rapat pintu keramaian.
     Qinan pulang sekolah tak seperti biasanya, ia terlihat lemas dan bertanya - tanya pada dirinya sendiri. Ia bingung terhadap sikap Lani yang tiba - tiba berubah seketika. Padahal, kemarin lusa masih baik - baik saja. Mengobrol dengan riang, masih asyik dengan obrolan tentang gebetan Lani. 
     Qinan seketika mengingat kenangan dimana, ia dan Lani duduk dan berceloteh apapun. Menghabiskan waktu sekolah hanya dengan mengobrol serta memakan camilan. 
Ia menuju kamar nya, melempar asal tas. Membantingkan tubuhnya pada ranjang. Memejamkan mata sejenak, lelah dan juga kantuk menyerangnya. Qinan menarik selimut dan membenarkan letak kepalanya. 
     “Qinan! Qinan!” teriak Ibu Kirana, mengetuk pintu kamar.
     Qinan yang belum sepenuhnya terlelap, membuka matanya. Rasa pusing menyergapnya, ia duduk dan berjalan membuka pintu kamar, dan disana terpampang wajah Ibu – nya dengan tatapan garang. Qinan tersenyum bodoh sembari memegang kepalanya yang berdenyut.
     “Kebiasaan! Sudah, ibu bilang kan jika ingin tidur, makan dan mandi terlebih dahulu.” Ujar Bu Kirana yang menatap putri semata wayangnya.
     “Qinan tadi sangat lelah, Bu,” jawab Qinan mencoba mengelak.
     “Kepalamu pasti pusing.” Ujar Bu Kirana memegang kepala Qinan dan tersenyum hangat, “Ganti bajumu dan keruang makan yah. Ibu tadi memasak makanan kesukaanmu.” Ujar Bu Kirana, dan berlalu.

Keluarga itu layaknya tameng dan air suci. Kuat melindungi dan terus mengalir kasih sayang yang besar.
     Pagi hari, dimana sebuah keluarga makan dengan tenangnya, sesekali seorang wanita paruh baya menatap putrinya yang sejak tadi terdiam, memakan sarapan dengan khidmat. Wajahnya tidak lagi terlihat seceria dulu, tersirat kesedihan di manik matanya.
     "Qinan ada apa? Apa ada masalah? Tersenyumlah, sayang!" ujar Bu Kirana. 
     "Tidak ada apa – apa, bu. Qinan hanya lelah saja, semalam tidak bisa tidur dan berakhir insomnia." keluh Qinan menatap mata ibunya. Sorot mata yang menyedihkan.
     "Bagaimana kabar Lani? Ah, ibu sangat rindu padanya." ujar Bu Kirana.
     "Baik, dia baik Ibu." jawab Qinan tersenyum cerah.
     Qinan terdiam, memegang kepalanya yang berdenyut. Padangannya kabur dan ia menjatuhkan sendok. Suara teriakan menyapa pendengarannya, dan gelap.

🍃🍃🍃

Dilain tempat, 
     Keluarga itu tengah sibuk membereskan perabot rumah dan keperluan putri mereka. Lani, sibuk mengatur barang - barang miliknya dan mempacking. Ibu Tina menghampiri Lani, dan mengusap pelan pundak putrinya.
     "Apa benar tidak apa - apa? Ini keputusan yang paling baik kan nak?” Ujar Ibu Tina.
     "Yah, Ibu. Tidak usah khawatir.  Lagipula, sebentar lagi aku lulus SMA dan ingin belajar mandiri." jawab Lani menatap lekat mata ibunya.
     "Baiklah, Ibu mendukung keputusanmu." ujar Bu Tina, beranjak dari duduknya. "Ibu kedepan dulu yah." Ujar Bu Tina beranjak dari duduknya dan keluar kamar.
     Lani masih sibuk dengan barangnya, tak sengaja, Lani melihat figura yang berisi fhotonya bersama Qinan. Ia menatap fhoto itu, mengusap perlahan dan matanya kabur. Ia tak kuasa menahan air matanya.
     "Kau jahat, Qinan Anandyta." Lirih Lani dan mendekap figura.

Sepi melawan teriakan ombak. Hening dan menutup rapat pintu keramaian.
     Ini hari ke tiga, Qinan tidak masuk sekolah. Pusing dan juga lemas membuatnya, tidak bisa pergi ke sekolah seperti biasanya. Ia hanya terbaring lemah di ranjang kamar. Sesekali membaca buku dan tidur. Qinan tidak kuat untuk bermain handphone, karna radiasi membuat matanya sakit. 
     Sebenarnya, Qinan menunggu Lani datang menjenguknya. Tapi, anak itu tak kunjung datang. Biasanya, jika Qinan sakit Lani akan datang setiap hari sepulang sekolah dan menyerahkan buku catatannya dan berakhir dengan bercerita panjang lebar tentang harinya di sekolah.
     Qinan berprasangka baik, ia berpikir Lani sibuk dengan tugas dan tidak sempat menjenguknya. Bu Kirana datang membawa nampan berisi mangkuk makanan. Qinan menoleh pada Ibunya dan tersenyum, melenyapkan prasangka buruk.
     “Ibu lihat kau melamun terus. Tidak baik lho,” ujar Bu Kirana menghampiri Qinan dan duduk di sisi ranjang. Menyerahkan mangkuk makanan pada Qinan.
     “Aku hanya memikirkan pelajaran bu.” Ujar Qinan sedikit berbohong, menyuap makanan nya yang terasa hambar karna lidahnya tidak bisa bekerja sama.
     “Kau memikirkan Lani kan? Kenapa Lani tidak kunjung datang menjenguk?” Tanya Bu Kirana menatap Qinan. Hal itu membuat Qinan menghentikan aktivitasnya, dan air mata jatuh perlahan.
     “Aku juga tidak tahu Ibu. Aku sangat bingung. Waktu itu, sikap Lani berbeda. Dan aku khawatir, itu mempengaruhi persahabatan kami.” Lirih Qinan, matanya sudah buram. Bu Kirana segera memeluk putrinya.

Hampa mengerogoti hari yang cerah. Ruangan pengap menyergap kehidupan. 
     Hari ini Qinan masuk sekolah setelah 4 hari melewati harinya dengan berbaring di ranjang. Sesampai di kelas, Qinan menumpukan kepalanya di meja. Mulai memejamkan mata. Semilir angin membuatnya mengantuk dan terjun ke alam mimpi.
     "Qinan, nanti hari libur ayo pergi jalan - jalan!" ujar Lani, sumrigah.
     "Baiklah. Pakai motormu saja ya." jawab Qinan.
     "Kita harus berbelanja sepuasnya, ayahku mengirim uang lewat rekeningku dan mengatakan 'kita bisa berbelanja'. Setelah itu ke game zone yah" ujar Lani masih tersenyum. Lani berjalan mundur sembari menatap Qinan. Lalu tiba - tiba dia menghampiri Qinan, merangkul tangannya.
     "Kau teman baik ku, aku bangga! Kau sahabat sejati ku, hehe~ Mari habiskan minggu ini dengan bersenang - senang"
     
    Qinan terkejut, ia sedang bermimpi tentang Lani dan seseorang mengebrak mejanya tanpa merasa bersalah. Qinan menatap wanita itu, dia Balqis Angelique, teman SMP Lani. 
     "Sepertinya asyik yah, tidur." ujar Balqis, terdengar sinis.
     "Kalau asyik, turuti saja." jawab Qinan diakhiri senyuman dan wajah mengantuknya.
Qinan beranjak dari kursi nya, berpamitan pada Balqis. Ia hendak pergi ke kamar mandi, membasuh muka kusutnya.

🍃🍃🍃

     Bel masuk berbunyi, semua siswa duduk dibangkunya masing – masing. Rapi tapi berisik. Qinan menatap kursi kosong di sebelahnya. Hari ini Lani tidak ada. Qinan mengedarkan padangannya, dan tidak menemukan keberadaan maupun tas Lani. Ia sempat heran dan aktivitasnya terhenti karna guru datang.
     "Apa semua hadir?" ujar guru Bahasa, Bu Muti.
     "Ya." ujar salah satu siswa menyahut.
‘Jelas – jelas Lani tidak sekolah, tapi kenapa dia menyahut masuk semua?’ gumam Qinan dalam mode berpikir. 
     "Kamu sudah sehat Qinan?" tanya Bu Muti.
     “Alhamdulillah bu. Bu, sepertinya ada yang tidak sekolah. Lani Triyani tidak ada bu.” Ujar Qinan, ucapannya membuat hening kelas. Semua tatapan tertuju padanya. 
     “Apa temanmu tidak memberitahumu? Lani Triyani sudah pindah sekolah dari 3 hari yang lalu karna urusan orang tuanya.” Jawab Bu Muti diakhiri senyuman. Terlihat Qinan kaget.

🍃🍃🍃

     Qinan menuju taman sekolah, duduk dibangku taman. Hari ini cuaca cerah, itu tidak sinkron dengan hatinya yang sakit. Lani pindah sekolah dan Qinan tidak sedikitpun tahu tentang itu. Ia sangat aneh, bukankah Lani teman dekatnya? Tapi, kenapa hal sepenting ini dia tidak tahu menahu? 
    BQinan menghela nafas dan menatap sekeliling taman, seketika ia teringat terakhir kalinya bertatap muka dengan Lani. Pembicaran mereka waktu itu ambigu, dan seperti perpisahan. Dan benar saja, ini terjadi. Perpisahan dengan sahabatnya sendiri.
Ia terdiam cukup lama, hingga Balqis datang dan duduk di sebelah Qinan. Qinan menyadari itu, dan membalikkan tubuhnya ke arah Balqis.
     “Kau tahu? Saat mengetahui Lani pindah sekolah aku sangat terpukul. Karna, dia teman pertamaku saat di sekolah menengah.  Dia, teman satu – satunya yang menghampiriku di saat aku sendiri. Dia dengan berani dan tidak takut mengajakku berteman. Padahal, jelas – jelas aku adalah anak buangan di kelas.” Ujar Balqis panjang lebar. Qinan yang mendengar itu tersenyum mendengar berita baik tentang Lani.
     “Lani sosok teman yang sangat menyenangkan. Masa SMA ku penuh kebahagiaan saat bersamanya. Dia bisa membuatku senang walau dengan candaan konyolnya.” Ujar Qinan tersenyum tulus. Balqis melirik kearahnya.
     “Keadaan ku sungguh sakit. Saat aku tahu, dibalik kepindahannya, ada orang yang membuat ia sakit hati. Bukan hanya urusan bisnis.” Ujar Balqis penuh penekanan menatap Qinan tajam dan sinis. Qinan yang sadar akan perubahan raut wajah Balqis pun menajamkan antesinya.
     “Apa maksudmu?” Tanya Qinan penasaran.
Balqis beranjak dari duduknya dan menatap lekat mata Qinan. “Kau! Kau Qinan Anandyta! Kau yang membuatnya pindah sekolah! Kau teman yang jahat baginya!” teriak Balqis sembari menunjuk wajah Qinan dengan telunjuknya. Balqis menghela nafas.
     “Apa yang tengah kau bicarakan, Balqis” ujar Qinan ikut berdiri.
     “Kau teman yang hanya memamfaatkan keadaan. Kau tidak tahu diri! Padahal Lani tulus bersahabat denganmu.” Ujar Balqis mulai tenang.
     “Aku sama sekali tidak mengerti.” Ujar Qinan lemas. 
     “Pembicaraan mu dengan teman sekelas, persis disini! Di taman ini, kau berbicara jujur tentang Lani. Kau munafik!” seru Balqis.
     “Pembicaran mana?” Tanya Qinan masih dengan kebingungan.
     “Jangan berpura – pura.” Ujar Balqis masih dengan emosi. “Disini, di taman ini! Kau bilang, Lani hanya ATM berjalanmu, kau hanya memanfaatkan kekayaannya. Untuk itu, kau berteman dengannya, mendekatinya seperti target.” Ujar Balqis menjelaskan.
     “Kau salah paham Balqis. Tidak sepenuhnya aku mengucapkan itu. Untuk apa aku memamfaatkan Lani? Untuk apa? Apa kau hanya melihat sudut pandang orang lain?” Tanya Qinan tersulut emosi dan matanya sudah berkaca – kaca.
     “Tidak usah mengelak lagi! Waktu itu, aku melihat Lani pergi setelah mendengar kau mengatakan itu. Ia pergi dengan berlinang air mata. Ia telah mempercayaimu, dan kau mengkhianatinya.” Ujar Balqis menekankan kalimat terakhir.

Kesalahpahaman membuat hilang kendali. Gundah dan sangat menyakitkan.
     Setelah mendengar itu, Qinan segera pulang dan tergesa – gesa mengambil kunci motornya. Bu Kirana yang heran, meneriakkan nama Qinan. Qinan terdiam dan membalikkan tubuhnya. Air mata masih tersisa di pelupuk matanya. 
     “Ada apa Qinan? Kau terlihat gelisah.” Ujar Bu Kirana.
    “Ibu, maafkan Qinan. Qinan harus segera mungkin pergi ke rumah Lani. Dia salah paham Ibu! Maafkan Qinan Ibu, aku menyanyangimu.” Ujar Qinan memeluk ibunya erat, menitikkan air matanya disana dan melepaskannya.
     “Qinan tenanglah nak. Gelisah membuatmu tidak fokus, tenangkan dirimu terlebih dahulu.” Ujar Bu Kirana menahan lengan Qinan. Qinan yang melihat itu, menangis.
     “Tidak Ibu! Qinan harus segera menemui Lani! Ibu maafkan Qinan. Qinan pamit dulu.” Ujar Qinan berlalu meninggalkan kesedihan bagi Bu Kirana.

🍃🍃🍃

     Sore itu, hujan deras menguyur kota Bandung. Qinan dengan kecepatannya melaju membelah derasnya hujan. Pikirannya tidak fokus membuatnya hilang kendali. Ia merasa bersalah terhadap Lani. Pembicaran tadi dengan Balqis membuatnya tertegun. Ini salah paham, dan ia harus menjelaskannya sebelum terlambat. Qinan takut Lani membencinya.
     Para pejalan kaki menghentikan langkahnya ketika lampu merah di persimpangan kota digantikan dengan lampu hijau. Langit sore ini terlihat kelabu. Angin kencang mengepakkan spanduk yang dipasang di pinggir jalan, sisa – sisa aspirasi rakyat yang belum sempat di turunkan.
     Motor beat yang di kendarai Qinan masih mempertahankan kecepatannya. Jas hujan yang dipakainya sudah basah penuh, dan mungkin pakaiannya sudah sama basah. Ia tidak mempedulikan itu semua. Hingga, gesekan itu membuatnya oleng. Dan seketika motornya terseret tak terkendali.

Hujan kali ini mengantarkan kesedihan. Tidak ada ketenangan seperti sebelumnya.
BREAKING NEWS
    Kecelakaan di Jalan Mawar Bandung, tadi sore menyebabkan sebuah motor rusak parah karena menabrak pagar pembatas. Pengemudi motor selamat, walau sempat berada di tengah - tengah mobil 
    Tiga kendaraan terlibat kecelakaan beruntun yang menyebabkan dua orang tewas dan empat lainnya luka berat, Rabu, Sore hari. Polisi masih mengejar Bus  yang melarikan diri usai kejadian. 
      Indivasinya, motor beat berada di jalur kanan, dan dari arah belakang Bus  menyalip, gesekan Bus membuat motor oleng sehingga terjadilah tabrakan.
     Mobil Carry yang berada di belakang motor tak bisa mengelak sehingga ikut menabrak dari belakang. Kencangnya tabrakan membuat motor terseret dan menabrak pembatas jalan dan Carry terbalik.
      Sebanyak 2 dari 6 penumpang yang berada di dalam mobil Carry sekarat, termasuk pengemudinya bernama Budi (32). Mereka semua adalah satu keluarga yang bermaksud pulang ke kampung halamannya. 
      Mobil Carry yang terbalik mulai meneteskan sedikit demi sedikit bensin, dan akan menimbulkan ledakan. Motor itu berada tak jauh dari mobil yang akan meledak.

🍃🍃🍃

     Suara sirine memenuhi jalan dan suara ambulan yang beberapa menit tiba disana. Mobil yang meledak membuat jalanan menjadi ramai. Banyak pasang mata yang menyaksikan itu semua, tak lupa orang – orang yang iseng memotret dan merekam. Tim ambulan segera memindai korban kecelakaan beruntun.
     Mencari korban di tumpukkan lempeng besi mobil dan guyuran hujan yang semakin deras.
Ada nyawa dibalik motor. Gadis itu lemah dan berusaha menyelamatkan diri. Ledakan itu tidak berada jauh darinya, membuat telinganya berdengung ngilu. Tim penyelamat menemukannya dan segera mengangkut. Korban – korban telah di angkut sepenuhnya.

🍃🍃🍃

     UGD Rumah Sakit penuh, dan orang – orang berdesakan masuk. Melihat korban, dan mengecek. Bu Kirana dan Pak Ahmad masuk ke ruang UGD. Disana terpampang jelas wajah Qinan yang terluka. Darah mengalir di sisi kepalanya. Kaki dan tangannya tergores, ada pecahan lempeng tertancap pada kulitnya.  Darah tak hentinya mengalir.  Bu Kirana yang melihat itu meringis dan menangis. Pak Ahmad yang melihatnya segera memeluk tubuh istrinya, mencoba menenangkan.
     Beberapa jam kemudian, Qinan ditangani dan dipindahkan keruang CCU (Critical Care Uniyt) atau ICU (Intesive Care Unit). Dimana ruangan ini pasien di rawat lebih intesif dari pada ruangan lainnya. Ruangan yang di jaga dan di awasi selama 24 jam non stop. Pasien yang mengalami kehilangan kesadaran seperti koma atau penyakit serius yang butuh penanganan lebih khusus. 
Qinan dinyatakan koma.

Fakta yang ada selalu terlambat dalam menyampaikan beritanya.
Flashback On
     Taman sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi siswa. Di sana, mereka bebas bercengkrama. Sekelompok siswa sedang mengobrol asyik. Qinan berada di antara mereka. Memakan snack nya, sedangkan yang lain, ada yang bermain handphone dan juga jahil.
     “Lani itu baik. Sangat baik malahan. Dia selalu ada saat kita membutuhkannya.” Ujar seorang gadis yang berada di samping Qinan.
     “Dia selalu mentraktir kita dengan makanan mewahnya.” Sahut gadis lain.
     “Yah, dia seperti ATM berjalan. Yang kemana pun membawa uang banyak, haha” ujar yang lain. Ucapan itu terdengar oleh Qinan.
     “Jangan mengatakan dia ATM berjalan. Kalau Lani mendengarnya dia bisa sakit hati lho. Jaga ucapan kalian!” ujar Qinan terlihat mengertak teman – temannya.
    “Halah! Kau juga seperti memanfaatkannya kan?” Tanya gadis yang tidak berada jauh dari Qinan.
    “Aku memanfaatkannya dan mendekatinya? ATM berjalan yang selalu aku gunakan kapanpun?" tanya Qinan menjeda ucapannya. Dan dia tidak melihat disana, Lani mendengar Qinan.
     Qinan melanjutkan kalimatnya, “Lelucon macam apa itu? Untuk apa aku melakukannya. Aku menyanyanginya, Lani sudah kuanggap sebagai adikku! Jangan katakan dia seperti itu lagi, kawan!”
     Qinan tidak tahu, ucapannya bisa membuat semua menjadi runyam dalam sesaat.

Kesedihan hanya bisa dirasakan bagi orang yang mengalaminya, tidak bagi orang lain.
     Lima hari kemudian, berita kecelakaan itu sampai pada telinga Lani. Dia mendapat kabar, Qinan kecelakaan bahkan koma, Ia dan keluarganya segera mungkin menuju rumah sakit yang di maksud. Hati Lani sudah tidak tenang. Hatinya menangis pilu, sangat menyakitkan jika di dengar.
    VSesampai di rumah sakit, Lani harus memakai masker dan sarung tangan. Tak lupa mensterilkannya, masuk ke ruangan Qinan. Ia tak kuasa menahan air matanya. Lani menatap Qinan yang tengah tertidur. Berbaring kaku dengan kakinya yang di amputasi. Miris memang mengingat dirinya tak ada saat Qinan berjuang melawan sakit.
     Lani terduduk lemas, dan itu tak luput dari penglihatan orangtuanya. Bu Tina menatap anaknya dan menangis. Sahabat dekat putrinya sedang mengalami koma, dan itu fakta yang sangat menyakitkan untuk ia terima.
Lani menghapus air mata. Bangkit dan berdiri, menatap mata tertutup Qinan. 
     “Harusnya aku tidak melihat sudut pandang orang lain. Maafkan aku! Aku salah!” lirih Lani.
Seketika air mata meluncur bebas dari mata Qinan yang tertutup. 
    Piip Piip Piip. Garis lurus tercetak jelas di monitor sebelah Qinan. Lani yang melihat itu, menangis kencang. Dokter datang, tak lupa Bu Tina menarik tangan Lani yang menangis histeris.
     Dokter itu mengambil defibrillator dan mulai mengarahkannya ke jantung Qinan. Menekan dan melepaskannya. Hingga beberapa menit, dokter itu melirik monitor.
     “Tambah tegangannya!”  Ujar sang dokter. 
Dan ini sudah beberapa kali defibrillator menyentuh tubuh Qinan. Dan garis itu tidak berubah. Masih sama, lurus.
    “Maafkan kami, kami sudah berusaha semaksimal mungkin.” Ujar sang dokter pada Bu Kirana.

Ada baiknya, meluapkan emosi dalam sebuah tangisan pilu.
     Hari demi hari dilewati Lani dengan melamun dan terkadang menangis secara tiba – tiba. Ia hanya menjalani hari dengan berbaring dan merenung. Menatap jendela rumah sakit yang beberapa minggu ini menarik baginya. Pagi, siang, sore, dan malam, Lani dapat menemukan perubahan dalam hari hanya dengan melihat jendela.
     Kesehariannya terasa hampa dan kosong. Ia merasa bersalah dan terus menyesali diri. Mendorong dirinya ke jurang penyesalan. Trauma membuatnya buruk. Kejadian di masa itu sangat menyakitkan dan berbekas di pikiran Lani.
     Persahabatan yang hancur dalam kesalahpahaman yang salah.
Kalimat yang membuatnya begitu menderita, tak kuasa menahan air mata. Lani menangis dengan kencang, memukul dadanya beberapa kali. Menahan sesak yang terus mengerogotinya hingga terasa di tulangnya.
     Bu Tina masuk keruangan putrinya, mendapati Lani yang menangis. Bu Tina segera mungkin berlari dan memeluk anaknya.
     “Lani, sudahlah! Itu bukan kesalahanmu!” ujar Bu Tina sembari menepuk pundak Lani, tersenyum hangat.
     “Aku menyebabkannya mati! Aku membuatnya kecelakaan! Bagaimana ini?” histeris Lani. Ia menangis histeris dan mulai tak terkontrol.
     “Tidak Lani! Dengarkan Ibu! Lupakan kenangan itu!” ujar Bu Tina mencoba menenangkan Lani, memeluknya. 
     “Harusnya, aku mempercayainya. Mencoba bicara padanya,” ujar Lani masih histeris dan memberontak di pelukan Bu Tina.

Ada rindu yang selalu jatuh di terik sepi yang lupa berteduh.
     Taman Rumah Sakit, rindang seperti yang diharapkan. Pohon - pohon tampak mengkilat terkena guyuran hujan. Suara gemericik dan aroma khas hujan menyapa penciuman Lani. Ia termenung sembari memegang payung putih di sebelah kanan. Pakaian rumah sakit yang di pakainya sudah setengah basah 
     Lani menatap lurus bangku lain di sebrangnya, bangku itu basah dan menimbulkan suara nyaring. Lani masih setia dengan aktivitas. Tiba - tiba cahaya putih menyilaukannya. Sejenak, ia menutup mata dan mencoba mengintip cahaya. Sosok manusia duduk dibangku disebrang Lani. Ia menajamkan penglihatannya dan terlonjak kaget. Lani buru - buru beranjak dari duduknya dan melemparkan payung, berlari kearah bangku, langsung menghambur memeluk erat sosok itu, menangis kencang 
     "Aku merindukanmu, Qinan." ujar Lani, terisak.
     "Aku juga merindukanmu. Jangan terus merasa bersalah. Tersenyum dan berbahagialah, Lani. Aku mengawasi mu di alam sana. Smile everytime, everyday! Selamat tinggal!" 
     Sejenak Qinan membalas pelukan, Lani mengeratkan pelukan itu, seketika Qinan lebur terbawa angin. Melayang seperti abu, di iringi cahaya putih disertai kupu – kupu putih.
     Lani menyadari itu dan terduduk lemas. Menangis sekencang mungkin. Bersama guyuran hujan yang deras seperti sadar akan kesedihan Lani. Lani bangkit dan mengubah raut mukanya. Ia terlihat tersenyum ceria dan mengambil payung. Bergegas masuk ke pintu rumah sakit. 
     “Smile everytime everday” kata yang tergiang di telinga Lani.

Relakan seseorang, maka dia akan tenang.
     "I want you, i want you~" riang seorang gadis bersenandung kecil, melewati jalan setapak yang baru ia lalui. 
     Pemandangan di sekitarnya sejuk dan rindang. Pohon - pohon berjejer rapi, seperti menyambut mahasiswi. Kondisi sekitarnya asri dan hijau, tentu memberikan suasana yang nyaman dan panorama alam yang indah.
     Jalanan ini indah, seperti suasana hatinya yang berbunga. Lani Triyani, yang sekarang menjalani masa menjadi mahasiswi di perguruan tinggi Jakarta, Universitas Negeri Jakarta.

~That Day~

      Perpisahan itu tak mengenal waktu. Hanya menunggu, dan harus menerima. Tak bisa menolak dan melarang. Perpisahan itu ibarat kan sebuah sayap yang diterbangkan. Melambung tinggi, dan meninggalkan kenangan. Entah kenangan baik atau buruk. Penyesalan ataupun kebahagiaan.

Comments

  1. Sedihnya sih, aku suka kalimat di tiap awal paragraf, yang ini juga bagus 😘 'Kesedihan hanya bisa dirasakan bagi orang yang mengalaminya, tidak bagi orang lain.'
    Kata memamfaatkan seharusnya memanfaatkan.

    ReplyDelete
  2. Idenya sederhana tapi manis, ada beberapa typo hehe.. kosa katanya beragam dan bahasanya keren..

    Gak nyangka endingnya miris, Qinan nya meninggal, untung saja semuanya berakhir dengan baik antara hubungan ia dengan Lani
    Semangat penulis!!
    Ditunggu cerita selanjutnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih, masih banyak kah typo🤣

      Iya, dibuat antara sad ending dan happy. Gimana pembaca yang memahaminya.

      Ok, stay tune hari jumat dan sabtu, terimakasih.

      Delete
  3. Ya ampun, ini ceritanya sedih sekali.. meskipun emang ringan tp berjalan dengan baik. Kecelakaan nya membuat merinding. Kata katanya keren, mengandung makna yg luar biasa, meskipun ada sedikit typo tapi it's ok, no problem, ttap menikmati jalan ceritanya ko.
    Semangat! Aku bakalan stay tune di blog ini deh, 😉

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih.
      Bingung juga buat kecelakaan😂

      Stay di hari jumat dan sabtu

      Delete
  4. Keren, keren, ceritanya dibuat bersegmen. Ditunggu cerita selanjutnya..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kepingan 2 ^Fantasy^